Gubernur Mahyeldi: Perantau Harus Bisa Menjadi Etalase Sumbar

18 hours ago 9

BATAM – Gubernur Sumatera Barat Buya Mahyeldi Dt, Marajo mengharapkan para perantau menjadi etalase bagi Sumatera Barat. Selain menjadi kekuatan ekonomi, perantau juga bisa menjadi pengaruh positif bagi Sumbar. 

Hal itu disampaikan Mahyeldi Ketika membuka Musyawarah Besar ke-1 Keluarga Besar Rumah Gadang Kepri di Kota Batam, Minggu (11/5/2025). Paguyuban tersebut merupakan organisasi Minang dan Sumbar pertama di Provinsi Kepri. Jumlah paguyuban Sumbar di Kepri cukup banyak, namun selama ini tidak terkoordini karena rentang jarak yang jauh mengingat Provinsi Kepri, 93 persen lautan dan penduduknya tersebar di pulau-pulau.
Mahyeldi menyebut, salah satu program utamanya saat ini adalah merekatkan hubungan ranah dengan rantau. Karena itu, dirinya terus melakukan road show ke berbagai provinsi di Indonesia. Sebe;um ke Kepri, ia sudah bertemu para perantau di Pekanbaru, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung serta kota-kota lain. 
“Ranah dengan rantau tidak bisa dipisahkan. Dari dulu, keduanya adalah satu kesatuan dan kita selalu diikat oleh adat yang kuat. Itulah yang harus selalu kita pupuk, ” kata Mahyeldi dalam acara yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Harris Pratamura serta tokoh-tokoh Minang di Kepri.
Mahyeldi juga mengingatkan kepada para perantau untuk menceritakan bagaimana besarnya Minang dan tokoh-tokoh yang membawa perubahan bagi bangsa dan negara Indonesia. Orang Minag sudah merantau ke berbagai daerah di Indonesia serta berbagai negara sejak abad ke-16. 
“Kita punya tokoh-tokoh hebat sejak dulu. Mulai dari Haji Agus Salim, proklamator Bung Hatta, Natsir, Mohammad Yamin, dan banyak lagi tokoh-tokoh pergerakan. Kita harus ceritakan itu kepada anak cucu kita agar mereka bangga menjadi orang Minang dan menjadi motivasi bagi mereka untuk maju, ” kata Mahyeldi.
Mahyeldi juga bercerita, Ketika Yogyakarta jatuh dan Soekarno-Hatta ditahan, Belanda mengatakan kepada dunia bahwa Indonesia tidak ada lagi. Namun, tokoh-tokoh Minang langsung berinisiatif mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Meskipun usianya hanya 207 hari, tetapi itu cukup untuk memaksa Belanda ke meja perundingan di PBB, yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar. 
“Kalau PDRI tidak ada, mungkin Indonesia hari ini tidak ada karwna dunia akan menganggap Indonesia itu sudah tamat. Ini sejarah yang harus terus-menerus kita ceritakan dimanapun kita berada, terutama kepada anak cucu kita yang lahir di perantauan, ” katanya.
Wagub Kepri Nyanyang Harris Pratamura mengatakan, jumlah perantau Minang di Kepri sekitar 10 persen dari total penduduk Kepri yang jumlahnya sekitar 2, 2 juta.  Provinsi Kepri, kata dia, adalah Indonesia mini karena berbagai suku dari seluruh Indonesia ada di daerah ini.  Meski pen duduknya beragam, toleransi antarmasyarat tetap terbangun. Karena itu, tidak heran jika tingkat toleransi Kepri paling tinggi secara nasional. “Tahun 2024 kita nomor dua setelah NTT. Tapi tahun-tahun sebelumnya, tingkat toleransi Kepri yang pertama secara nasional, ” katanya.
Nyanyang menilai, perantau asal Sumbar terkenal sebagai pekerja keras, gigih dan punya jiwa enterpreunership yang tinggi, “Kontribusi orang Minang dalam ekonomi tidak terbantahkan, termasuk di Kepri ini. Saya banyak belajar dari orang-orang Minang, ” kata pengusaha yang juga penggemar nasi kapau ini.
Nyanyang juga mengagumi jiwa sosial orang Minang dimanapun berada. Mereka mudah bergaul dengan berbagai kalangan dan cepat menyesuaikan diri di tempat mereka berada. Tidak heran, kata Nyanyang, dimanapun ada orang Minang, daerah itu selalu hidup. 
Nyanyang berharap, paguyuban Keluarga Besar Rumah Gadang ini bisa semakin memperkuat silaturahmi seluruh perantau Minang yang ada di Kepri sehingga dampaknya juga akan sangat besar bagi Kepulauan Riau. (*)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |